Sabtu, 24 Oktober 2009

Pembelajaran IPS Terpadu / Pembelajaran Terpadu IPS?

Masalah pembelajaran IPS terpadu untuk jenjang SMP, sejak disosialisasikan tahun 2007 sampai sekarang, kelihatannya masih banyak menimbulkan pertanyaan. Bahkan masalah pemberian namapun belum ada keputusan yang pasti. Bagaimana tidak, merujuk pada pengalaman mengikuti Diklat di tingkat pusat, dari dua kali kegiatan yang diikuti dengan penyelenggara yang berbeda, saya juga mendapatkan nama yang berbeda. Diklat yang satu menyebutnya Pembelajaran IPS Terpadu, sedangkan Diklat yang satu menyebutnya Pembelajaran Terpadu IPS.
Itu baru satu masalah, masalah yang kedua adalah tentang "ijin" untuk melakukan keterpaduan, ada yang mewajibkan keterpaduan hanya untuk kompetensi dasar dan materi yang ada dalam satu semester, sedangkan yang lain memperbolehkan memadukan kompetensi dasar dan materi lintas semester bahkan lintas kelas.
Ketika kembali ke lapangan untuk melakukan kegiatan pengembangan IPS terpadu, ternyata keduanya memiliki masalah yang berbeda. Jika KD dan materi boleh lintas semester atau kelas, maka akan menyulitkan dalam hal penilaian. Apalagi untuk sekolah-sekolah yang masih terikat ulangan bersama seperti di kabupaten saya, maka jika tidak ada keseragaman dalam hal memadukan KD dan materi antara sekolah-sekolah dalam satu kabupaten, penilaian akan membingungkan guru dan siswa. Bisa jadi materi KD dan materi yang dijadikan soal tes ternyata belum diajarkan, sebaliknya ada KD dan materi yang sudah disampaikan ternyata tidak ada satupun terwakili dalam soal.
Sedangkan untuk IPS terpadu / terpadu IPS yang hanya dilakukan untuk KD dan materi dalam satu semester, ternyata mengalami kendala dalam hal pemetaan jaringan KD dan materinya, karena bisa jadi materi dalam satu semester tersebut ternyata sangat sulit untuk bisa di padukan. Jadinya, kesan yang ditangkap dari perangkat pembelajaran yang sudah dibuat, seperti sebuah keterpaksaan untuk dipadukan, bahkan bisa jadi hanya si pembuat lah yang paham dimana keterpaduannya.
Paling tidak, ada satu titik terang tentang pembelajaran IPS terpadu/terpadu IPS, yaitu bahwa guru harus punya kemampuan menguasai materi pada setiap SK dan KD, dengan demikian akan memudahkan untuk merumuskan tema-tema yang menjadi perekat antar KD dan materi. Tema inilah yang nantinya menjadi sudut pandang siswa untuk melihat keterpaduan KD dan materi yang disampaikan guru.
Bagaimanapun permasalahan yang dihadapi, guru-guru IPS jenjang SMP hendaknya tidak pesimis untuk membelajarkan IPS terpadu/ Terpadu IPS. Seperti kata Wiliam Shakespeare, "apalah arti sebuah nama". Yang terpenting perlu dipahami adalah bahwa pembelajaran IPS yang dipadukan merupakan upaya yang perlu didukung dalam rangka memperbaiki mutu pendidikan, utamanya menghasilkan lulusan yang nantinya mampu memandang segala persoalan secara menyeluruh, tidak hanya dari satu sudut pandang, tapi mempertimbangkan pula sudut pandang lainnya. Dengan demikian, siswa nantinya akan berkembang menjadi pribadi yang tangguh dan sekaligus punya kearifan dalam memecahkan berbagai persoalan. semoga.

Kamis, 02 Juli 2009

Banyak Siswa = Pendapatan sekolah

Tahun Pelajaran 2008/2009 sudah berakhir di bulan Juni 2009, dan saat ini seluruh sekolah sedang melaksanakan kegiatan rutin Penerimaan Siswa Baru (PSB). untuk menjaring siswa baru pada tahun pelajaran 2009/2010. Kegiatan yang sama juga dilakukan di sekolah saya, SMP Negeri 2 Karang Intan. Sudah sejak 3 minggu terakhir, persiapan PSB di lakukan, mulai dari kegiatan pembentukan panitia PSB, pembuatan spanduk, mencetak formulir pendaftaran, hingga kegiatan promosi.
Mengapa saya sebut kegiatan promosi, karena kalau biasanya panitia PSB hanya menunggu pendaftar datang pada waktu yang ditentukan, maka sudah sejak 2 tahun terakhir ini, SMPN 2 Karang Intan berinisiatif untuk jemput bola. Tim PSB bergerilya ke SD - SD yang berada di lingkungan SMP Negeri 2 Karang Intan untuk membagikan selebaran dan formulir pendaftaran. Selebaran yang dibagikan tentunya berisi tentang keunggulan-keunggulan yang dimiliki sekolah. dengan kata lain, mengedepankan tentang keuntungan jika calon siswa memilih SMP Negeri 2 Karang Intan sebagai tempat untuk melanjutkan pendidikan.
Langkah yang diambil selama 2 tahun terakhir ternyata efektif untuk menambah jumlah pendaftar, terbukti, sudah 2 tahun terakhir jumlah siswa baru yang duluya haya berkisar pada angka 40 an siswa, menjadi 63 siswa, dan tahun pelajaran hingga hari ini terdaftar sebanyak 68 orang siswa. ini berarti, jumlah siswa bertambah, karena siswa yang keluar tahun ini 39 orang dan yang masuk sekarang sudah 68 orang siswa.
Semua orang yang berkecipung di dunia pendidikan tentunya sependpaat bahwa keberhasilan pengembangan sekolah tergantung pada besarnya anggaran. Kegiatan atau program sekolah yang direncanakan akan dapat terlaksana jika didukung dana sekolah. Dan besarnya dana yang diterima sekolah, sangat tergantung pada besarnya siswa yang dimiliki sekolah, sebab kucuran dana dari pusat dan daerah untuk sekolah diberikan berdasarkan banyaknya jumlah siswa. Cukup masuk akal apabila sekolah kami bekerja ekstra untuk jemput bola guna menarik minat calon siswa baru, sebab menyadari bahwa rumus pengembangan sekolah saat ini adalah Banyak siswa = Pendapatan sekolah.

Minggu, 31 Mei 2009

Bintek TPK Bogor 09

Dari tanggal 27 - 30 Mei 2009, saya mendapat kesempatan mengikuti Bintek Tim Pengembang Kurikulum tingkat Kabupaten yang kegiatannya diadakan di Hotel Graha Dinar Puncak Raya Bogor. TPK Kab Banjar terdiri dari 10 orang guru dari 10 mata pelajaran. Seharusnya, yang berangkat adalah guru-guru yang telah mengikuti Bintek TPK tahun 2007 lalu, namun karena sebab tertentu yang saya sendiri tidak tau, maka beberapa orang peserta lama digantikan, termasuk saya yang merupakan anggota TPK baru.
Pada dasarnya materi yang disampaikan ada yang sudah lama dan ada yang baru. Sifatnya pengembangan dan penyempurnaan saja, dimana jika sebelumnya KTSP yang di susun sekolah tidak memiliki rambu-rambu bagaimana sih KTSP yang bagus, sekarang sudah dibuat rambu-rambunya dengan nama verifikasi KTSP. Dalam format verifikasi tersebut terdapat rubrik untuk mengukur ketepatan KTSP yang dibuat oleh sekolah, lengkap dengan rambu-rambu penilaiannya. Jadi tim pengembang KTSP di tingkat sekolah dapat menilai sendiri KTSP yang telah disusun, jika tidak sesuai maka dapat diperbaiki. Verifikasi dan perbaikan KTSP di tingkat sekolah dapat meminta bantuan dari peserta TPK yang dikirim Bintek TPK ke Bogor.
Hal lain yang dapat saya tangkap dari kegiatan bintek ini adalah, adanya ketidak sesuaian antara harapan PMPTK dengan tindak lanjut di tingkat Kabupaten/Kota. Harapan PMPTK agar TPK Kabupaten/Kota diberdayakan di tingkat Kabupaten untuk mensosialisasikan KTSP ternyata tidak berjalan. Karena itu banyak peserta Bintek TPK 2007 yang mengeluhkan bahwa mereka yang sudah ikut bintek merasa "memakan uang negara" namun tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan hasilnya, alias tidak difasilitasi oleh kabupaten/kota untuk melakukan kegiatan sosialisasi hasil bintek. Bahkan ada peserta yang meminta agar dibekali "surat sakti" supaya pihak kabupaten/kota mereka bersedia mengikutkan mereka sebagai fasilitator dalam kegiatan sosialisasi KTSP di daerahnya.
Sebagai peserta Bintek baru, saya mencoba memahami dengan cepat apa yang dipermasalahkan. Sampai akhirnya saya tiba pada satu kesimpulan bahwa tidak salah kalau peserta bintek ngotot minta dilibatkan dalam kegiatan sosialisasi dan verifikasi di tingkat kabupaten atau kotanya karena mereka merasa sudah punya bekal cukup, namun pihak kabupaten/kota juga tidak salah jika tidak melibatkan mereka, sebab bukanlah suatu keharusan untuk itu karena mungkin mereka punya pertimbangan lain. Lalu menurut saya jalan tengahnya adalah, peserta Bintek tidak harus menyampaikan atau mensosialisasikan ilmunya dengan difasilitasi oleh pihak kabupaten melalui kegiatan diklat atau workshop yang tentunya memakan biaya besar, namun mereka dapat memilih kegiatan lainnya, misalnya sosialisasi di tingkat sekolah masing-masing yang cukup dengan biaya seadanya setelah disetujui oleh kepala sekolah. contoh lainnya melalui kegiatan di MGMP yang pesertanya toh juga satu kabupaten/kota. Dan yang paling gampang adalah sosialisasi dari mulut ke mulut, hanya dengan modal informasi bahwa kita punya hasil diklat bintek TPK yang baru dan kesediaan kita meminjamkan CD atau hasil print outnya, serta kesediaan untuk memberikan penjelasan jika mereka kurang paham, maka semua masalah akan terpecahkan. Perasaan"berat" karena "telah memakan uang negara" pasti tidak akan menjadi masalah lagi. Bukankah "ada banyak jalan menuju Roma", asalkan ada niat dan kemauan.
Berkaitan dengan hal tersebut, melalui tulisan ini, saya sampaikan kepada yang berminat memiliki hasil diklat Bintek TPK 2009, saya persilakan untuk menghubungi saya dengan membawa CD kosong he..he..he.., bisa langsung via telpon atau via email fitriajalah@yahoo.co.id

Jumat, 01 Agustus 2008

Apakah Pendidikan mejadi Panglima di negara kita? (bagian1)

Ide membuat tulisan ini saya dapat dari hasil saya menjelajahi blog. Dalam sebuah blog yang dimiliki oleh Bapak Arsyad, kepsek SMPN 4 Mtp, mata saya tertuju pada tulisan besar yang terpampang, sebuah pertanyaan yang membuat saya berkerut kening untuk berpikir dan mengingat-ngingat. Beliau bilang, untuk menjawab pertanyaan itu perlu kebesaran hati. Isi pertanyaannya itulah yang menjadi headline tulisan ini.
Saya beranikan diri untuk mengjawab pertanyaan tersebut dengan pengetahuan dan pengalaman yang saya punya. Mau tidak mau, pada akhirnya saya harus menjawab dengan berat hati, pendidikan BELUM menjadi panglima di Indonesia. Bukannya saya pesimis, justru dengan menjawab belum, berarti saya optimis bahwa suatu saat kata belum itu akan berubah menjadi lawan katanya yaitu SUDAH. Beda maknanya kalau saya menjawab TIDAK.
Setahu saya, dalam kepangkatan militer, panglima adalah pangkat tertinggi, artinya yang paling dihormati, paling disegani, paling diutamakan, paling dipertimbangkan, dan paling-paling lainnya. Maka jika pendidikan menjadi panglima, artinya idealnya pendidikan memenuhi kriteria paling-paling tersebut. Sekarang kita lihat bagaimana kondisi pendidikan di negara kita.
Pertama, saya ingin meninjau dari segi penghargaan pemerintah dan masyarakat terhadap pendidikan. Ternyata Pendidikan belum mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk menjadi dasar dalam pembangunan nasional, begitu juga masyarakat. hal ini terbukti dari kenyataan bahwa pemerintah tidak begitu mempercayakan "pengelolaan" negara kepada orang-orang yang berpendidikan. Dengan kata lain, orang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, bergelar profesor bahkan lulusan luar negeri sekalipun ternyata tidak menjamin dia bisa duduk dipemerintahan. Pemerintah lebih memandang unsur koneksi atau kemampuan loby atau keaktifan di parpol untuk bisa menduduki suatu jabatan strategis yang berpengaruh terhadap nasib bangsa. Begitu juga dalam hal penghargaan masyarakat, pendidikan dianggap hanya suatu kewajiban bukan merupakan kebutuhan. Bahkan saya sempat miris ketika membaca sebuah promosi seminar yang dengan bangganya menuliskan bahwa keberhasilan orang yang menjadi pembicara hanyalah tamatan SMA, ini jelas menjadi "black campaign" bagi pendidikan kita. (bersambung)


Kamis, 03 Juli 2008

Dicari, Guru yang Earlier Adopter (bagian 2)

Jadi, jika dikaitkan dengan profesi guru, maka earlier adopter bisa berarti guru yang mampu dengan cepat mengadopsi. Lalu apa yang kira-kira harus diadopsi dengan cepat oleh seseorang yang berprofesi sebagai guru? Tentu saja jawabnya adalah segala ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan profesinya sebagai pendidik agar menjadi guru yang profesional.

Penting mana, teori apa aplikasi?
Kadang-kadang kita temui guru yang sangat menguasai teori, entah itu teori yang berkaitan dengan materi pelajaran yang di ampunya, maupun teori di dunia pendidikan, tapi begitu mengajar di depan kelas ternyata siswanya tidak mengerti apa yang dia sampaikan, artinya dia gagal dalam aplikasi teori. Tapi ada juga ditemui guru yang sangat menguasai kelas, siswa senang diajar guru yang bersangkutan, tapi sayangnya penguasaan siswa terhadap materi tidak bertambah atau lebih parah lagi jika siswa jadi salah konsep karena guru tidak menguasai materi.
Jadi penting mana menguasai teori apa aplikasi bagi guru? Jika saya disuruh memilih salah satu tentu saya akan pusing 7 keliling, mungkin bisa lebih. Jika dipaksa juga, dengan berat hati saya akan memilih salah dua bukan salah satu (he..he..he..) alias pilih keduanya. Karena penting bagi seorang guru untuk bersikap profesional terhadap profesi yang dijalaninya, dan menurut saya guru profesional adalah guru yang mampu menguasai teori dan mampu pula mengaplikasikannya dalam proses belajar mengajar di kelas. Jadi antara teori dan aplikasi sama pentingnya untuk dikuasai guru.

Mengapa Guru diharapkan bisa Earlier Adopter?
Ilmu pengetahuan berkembang dari waktu ke waktu, meskipun ada anggapan bahwa ilmu-ilmu eksak cenderung bersifat lebih statis ketimbang yang non eksak, tapi tidak berarti tidak pernah berubah bukan? Perubahan itu entah bersifat pengetahuan yang baru, atau perbaikan terhadap pengetahuan yang sudah ada, yang pasti ada perubahan. Berkaitan dengan profesi guru, maka perubahan juga tentu ada.
Sebagai contoh, pendapat lama menyebutkan bahwa siswa itu ibarat kertas putih atau botol kosong, datang ke kelas siap buat diberi tulisan atau di diisi apa saja, tanpa membawa pengetahuan awal sebelumnya, dan hasil pendapat ini berdampak pada terpisahnya antara dunia nyata siswa dengan apa yang dipelajarinya di kelas. Nah, sekarang ini ada perubahan mendasar tentang sudut pandang guru terhadap siswa, bahwa siswa punya bekal awal yang didapatnya di luar kelas, yang jika digali guru maka bisa menghantarkan siswa untuk bisa menghubungkan antara teori di kelas dan dunia nyata, ini yang dikenal trend dengan istilah pendekatan CTL. Perkembangan seperti ini yang mestinya di ketahui oleh guru dan di adopsi dengan cepat untuk dapat dilihat hasilnya di kelas.
Selain CTL, saat ini yang lagi banyak dibicarakan untuk dunia pendidikan adalah tentang model-model pembelajaran. Banyak model-model pembelajaran yang penting dikuasai guru tidak hanya teori-teorinya, tapi juga bagaimana mempraktekkannya di kelas kepada siswa. Tidak sekedar mempraktekan mentah-mentah teori yang didapat, tapi harus mampu mengadopsi teori tersebut untuk dapat disesuaikan dengan materi pelajaran dan situasi kondisi masing-masing kelas dan sekolah.
Jadi mengapa guru diharapkan menjadi earlier adopter karena dunia kerja sebagai guru memang menuntut hal seperti itu. Memang tidak ada keharusan untuk menjadi earlier adopter, namun patut dipertimbangkan bahwa jika kita memang ingin menekuni secara profesional sebuah profesi, bukankah kita harus melakukan yang terbaik?
Melalui tulisan ini, saya ingin menggugah atau jika memang bisa membangkitkan semangat para pendidik untuk tidak berhenti mencari, berinovasi, dan berbuat yang terbaik untuk anak-anak didiknya, sehingga kita bisa memberi bekal yang cukup untuk menghantarkan mereka melangkah ke dunia nyata yang penuh dengan tantangan di masa yang akan datang.
Saya hampir lupa, pembaca pasti bertanya lalu apa kaitannya antara earlier adopter dengan hari PGRI? Kaitannya adalah semoga momentum hari PGRI 2008 yang akan datang dapat menjadikan kita sebagai guru earlier adopter, caranya dengan menanamkan 3 Mulai pada diri kita masing-masing, Mulai dari diri sendiri, Mulai dari hal-hal kecil, dan MULAI DARI SEKARANG.

Selasa, 17 Juni 2008

DICARI, GURU YANG EARLIER ADOPTER! (Bagian 1)

Oleh : Fitri Jamilah

Pendahuluan

PGRI sebagai salah satu wadah organisasi guru yang tertua akan merayakan ulang tahunnya yang ke 62., tepatnya tanggal 27 Nopember 2007.

Terus terang, untuk menuliskan kalimat di atas, Saya berjuang keras untuk mendapatkan info yang akurat tentang kapan tepatnya usia PGRI. Beberapa orang guru yang dijadikan sebagai tempat untuk bertanya ternyata tidak mengetahui dengan pasti, berikut petikan jawaban beberapa guru saat ditanya kapan tepatnya HUT PGRI (jawaban sudah di ubah ke dalam bahasa Indonesia).

“ Aduh, kapan ya?”

Rasa-rasanya bulan September, tapi tanggalnya lupa tuh..”

“Buat apa sih…? (ditanya malah balik tanya), setelah dijelaskan untuk apa ternyata jawabnya ” Tidak tau..”

”Aku tidak pernah ikut upacaranya, jadi mana ingat tanggalnya”

”Kalau tidak salah bulan Nopember kemaren aku ikut upacara PGRI, tapi lupa tanggalnya, untuk apa sih?”

Sebenarnya masih banyak lagi beragam jawaban, namun tidak bisa dituliskan satu-satu, yang pasti inti jawabannya sama, jadi di free memory saja. Beruntunglah, Saya berhasil mendapatkan tanggal pastinya dari salah satu guru yang kebetulan adalah Pengurus PGRI kabupaten, maka mengingat susahnya Saya menuliskan satu kalimat di awal tulisan ini, kepada para pembaca tolonglah diingat-ingat, siapa tahu kapan-kapan ada orang iseng seperti Saya yang bertanya untuk bahan tulisan.

Lalu apa kaitannya dengan judul tulisan di atas, kepada para pembaca, mohon bersabar dulu, karena jawabannya akan anda temukan di akhir tulisan ini. Tapi jangan coba-coba melincaui alias membaca langsung ke akhir tulisan ini, karena anda akan kelewatan bagian pokok tulisan.

Apa Earlier Adopter?

Bagi yang lihai bahasa Inggris atau bagi yang mau bersusah payah membuka kamus pastilah sudah tau apa arti Earlier Adopter. Dilihat dari asal katanya, earlier dan Adopter berarti cepat atau dini dan pengadopsi. Jadi jika digabung maka earlier adopter kira-kira berarti pengadopsi yang cepat. Dengan kata lain earlier adopter adalah seseorang yang bisa mengkopi dengan cepat menjadi pengadopsi yang cepat. (bersambung)